YES WORLD, I AM OFFICIALLY STP

Sudah terhitung genap 1 minggu aku menyandang gelar STP meskipun prosesi wisuda belum digelar. Dari semenjak ujian skripsi pada 12 Juli 2019 lalu, entah berapa kali aku ucap syukur dan tiba-tiba merasakan kebanggan kepada diri sendiri. Hehehehe. Meski kedengarannya berlebihan aku merasa semakin mencintai diriku sendiri setelah perjuangan skripsi benar-benar sudah berakhir. Sebenarnya sudah lama aku ingin menulis pernyataan resmi rasa syukurku ini di blog heheheuu~ Tapi yaa baru sempat kulakukan sekarang ternyata, walaupun entah apa kesibukanku sekarang ini. Hahaha.

Refleks otakku mengajak flashback ke masa-masa awal drama perskripsi-anku dimulai yaitu saat aku baru saja menemukan ide dan menuliskannya ke dalam bentuk proposal untuk kutunjukkan kepada dosen pembimbing skripsi terpilih. Ada banyak memori yang terlintas terutama tentang tanggapan orang-orang yang awalnya meragukan ideku ini yang dianggap terlalu susah, terlalu muluk, jauh dari jangkauan ke-TIP-anku -read: topik bahasan dalam jurusanku. Sebenarnya ada si, tapi sedikit hehehe~. Sebagian lagi meragukanku karena selama ini pencapaianku di aspek akademik standar-standar saja, bukan bintang kelas juga. Tapi kemudian aku menyadari bahwa saat itu meski dengan banyak sekali keraguan atau underestimate thing yang datang dari lingkunganku, ternyata keyakinan memang yang mengantarkanku ke titik sekarang ini. Mungkin jika bukan keyakinan yang kumantapkan dari awal, aku tak mungkin melangkah sejauh ini dan mendapatkan banyak sekali apresiasi dari kalangan dosen yang bahkan bukan dosen-dosen pembimbingku.

Aku sangat bersyukur, bahwa perjalanan 4 tahun kuliah di UGM mengantarkanku kepada proses penerimaan diri dan pengenalan terhadap diri sendiri. Proses yang bukan hasil dari perenungan semalam, tapi bermalam-malam selama 4 tahun ini. Proses dalam menentukan siapa diriku? Kemana arah yang mau aku tuju? Di mana aku berpijak? Bagaimana aku berprinsip? Sungguh mengensankan mengetahui sejatinya, skripsi adalah sebuah medan dalam menguji seberapa kenal diri kita terhadap diri sendiri melalui terpaan-terpaan dan keyakinan terhadap jalan yang dipilih, dalam hal ini adalah topik penelitian skripsi. Suatu hari sebelum proposalku deal dan diterima untuk diseminarkan, seseorang yang lumayan dekat denganku mengatakan bahwa topik skripsiku terlalu rumit dan mahal untuk ukuran tidak masuk dalam proyek penelitian dosen. Kenapa penelitian untuk S1 harus sesusah itu? Ketika ada yang lebih mudah dan cepat, kenapa harus memilih yang susah? Komentar temanku saat kuceritakan bagaimana ide skripsku. Saat itu aku tidak bisa menjelaskan banyak, dan menjawab secara memuaskan dari pertanyaan-pertanyaan seperti itu. Kalau tidak salah aku hanya mengangkat bahu dengan tersenyum kemudian berkata “ Nggak tau si, sepertinya menarik aja. Toh juga belum dijalani, gak tau nanti akan sulit atau tidak” kurang lebihnya seperti itu sambil tak ketinggalan senyum innocentku. Dalam hati aku bertekad akan membuktikan dengan apa yang aku pilih saat itu akan membuat aku sendiri bangga dengan kelulusanku kelak. And YES I AM! So proud of me and cant describe how i was really satisfied of it.

Sejak awal kuliah aku menyadari bahwa aku tidak menikmati apa yang menjadi pembicaraan dalam ranah keilmuan jurusanku. Seperti mahasiswa-mahasiswa lain yang merasa salah masuk jurusan. Kuliah tanpa ambisi apa-apa, tanpa tujuan dan sekedar mengimbangi arus saja. Sehingga memang aku tidak banyak punya pengalaman prestasi akademik maupun non-akademik bahkan. Aku cenderung biasa-biasa saja bahkan sering tidur di kelas dan mendapat julukan si ratu tidur karena setiap kali ada kelas aku selalu tidur. Sampai sekarang aku tidak benar-benar tau apakah aku menikmati kuliah yang juga sekaligus mondok? Aku mengira bahwa sampai pada titik ini aku hanya terlalu cuek dan memilih untuk mengikuti arus tanpa ada usaha perlawanan sama sekali. Meski difikir-fikir banyak tekanan juga yang aku rasakan dan pemberontakan secara batin sering terjadi. Tapi kalau boleh jujur sampai sekarangpun aku masih bertanya-tanya apakah ruang gerakku memang terbatas karena selain kuliah ada tuntutan di pondok? Atau sebenarnya aku memang menginginkan menjadi seseorang yang biasa-biasa saja? Merasa nyaman kah? Atau sekedar berlari dari kenyataan bahwa aku memang seseorang yang tidak berprestasi di bidang akademik atau menjadi mahasiswa pasif di kampus. Well, meski sudah 4 tahun menjalani kehidupan di kampus, hal tersebut masih menjadi rahasia yang belum kutemukan jawabannya.

Menyadari hal yang menjadi kekuranganku di atas tadi, aku berfikir untuk memberikan satu tendangan besar kepada diriku sendiri untuk keluar dari zona nyaman dan membuat suatu hari nanti saat kelulusanku datang, aku cukup bisa membanggakan diri. Kupikir dengan memilih topik skripsi yang cukup berat dan rumit akan membuat diriku bangga, setidaknya di akhir periode statusku menjadi mahasiswa. Meski tak sempurna dan tidak mendapat gelar “Dengan Pujian”, aku tetap bangga dengan menyandang STP per 23 Juli 2019 dengan topik skripsi yang membanggakan pula. Setidaknya bagi diriku sendiri dan bagi kedua dosen pembimbingku yang tahu betul bagaimana skripsiku digodog dan berbagai tempaan sudah mewarnai penelitianku. Ya, sekali lagi meskipun terkesan berlebihan dan terlalu membanggakan diri sendiri, setidaknya aku punya nilai lebih terutama saat aku tak punya prestasi lain. Memang menjadi biasa-biasa saja tidak boleh aku sesali karena mau bagiamana lagi? Finally, alhamdulillah ada sesuatu yang bisa kuceritakan dari hasil penelitianku selama ini dengan bangga.

Ohya, satu hal lain yang semakin membuat diriku bangga adalah saat dosen-dosenku mengapresiasi keberanianku dalam mengambil langkah besar ketika teman-teman satu jurusanku tidak mau memilih jalan ini. “Mbak, andaikan kamu bisa saya kloning, saya ingin lebih banyak mahasiswa seperti kamu di jurusan kita” kalimat lain dosen pembimbingku dalam memuji yang membuatku saat itu hanya bisa tersenyum dan mengatakan dalam hati “Ya, akhirnya ada yang bisa aku perlihatkan, terimakasih Pak atas pujian dan apresiasinya”

Tulisan ini mungkin cukup berlebihan, apalagi bagi teman-teman yang sudah sering punya prestasi entah di bidang akademik maupun non-akademik. Tapi, untuk seseorang yang sebelumnya penuh insecuritas tinggi seperti diriku, memaknai hal ini sebagai langkah dalam mencintai diri sendiri dan dalam mendapatkan pengakuan adalah hal yang luar biasa indah. Akhirnya aku bisa bernafas lega dengan menutup 4 tahun masa kuliahku dengan karya yang cukup indah. Sebuah perasaan bangga yang tidak bisa aku lukiskan dengan kata-kata lain selain ucapan syukur dan terimakasih kepada Tuhan atas kehadiran malaikat-malaikat dalam wujud manusia-manusia yang selama ini membantu dan memberikan dukungan materi maupun non-materi.

Di tengah malam Jogja yang mungkin akan kurindukan, thanks for myself 🙂 I LOVE YOU :*