Fastabiqul Khoirot atau Fastabiqul Story
“Kamu lagi ngapain sih, Hid?” tanya Zuhda melihat adik perempuannya sudah hampir seperempat jam ini menatap layar smartphone nya khusyuk, jari-jarinya seperti sedang mengetikkan naskah drama atau cerpen panjang, hapus-ketik-hapus-ketik. Tak habis-habis. Ia yang sedang asyik membaca komik merasa penasaran juga dengan yang sedang adiknya perbuat.
“Nghhh~” Zahida hanya melenguh tak menghiraukan kakak laki-laki yang hanya berjarak 3 tahun darinya itu. Matanya sekali-kali mengartikan dia sedang berfikir keras. Zuhda makin penasaran dibuatnya. Tanpa pikir panjang, direbutlah ponsel pintar milik adiknya itu karena dianggap sudah mengalihkan dunia adiknya sampai lupa sopan santun.
“Ih Mas ni apa-apaan sih?” dengan lincah Zahida berusaha merebut kembali ponselnya namun ternyata Zuhda lebih cerdik dalam memainkan tangan untuk membuat adiknya itu tak berkelit. Sekali kemudian Zuhda mengatakan dengan tatapan death glare nya bahwa ia tidak boleh melawan atau mati jika tak mau menurut. Matilah Zahida, ia hanya bisa menurut dengan mem-pout-kan wajahnya menandakan ia benar-benar tak ikhlas. Sejurus kemudian Zuhda membaca apa yang tertera di layar smartphone adiknya itu dengan wajah mengernyit.
“Alay”
Smartphone itu terlempar bebas dan dengan tangkas Zahida menangkap barang yang seolah-olah adalah harta paling berharganya di dunia ini. Dalam hati ia mengutuk komentar “Alay” kakaknya. Apaan sih? Siapa coba yang alay sampai rebut-rebut segala. Pikir Zahida. Sementara Zuhda melayangkan tubuh ke shofa yang berada di dekatnya. Masih dengan ekspresi datar, ia buka komik Detective Conan yang baru saja ia beli.
“Kalau mau nulis itu yang berbobot sekalian donk, jangan hanya lewat status dan story alay, jijik tau.” Komentar pedas itu melayang lagi setelah tau sedari tadi Zahida itu berfikir keras membuat caption untuk story nya di instagram. Zahida hanya cemberut sambil merutuk semua yang kakaknya katakan barusan.
“Bodo!” balas Zahida ketus.
“Orang-orang juga tau kamu lagi nyombong kalau liat storymu itu”
Zahida baru saja akan menekan ikon tambah di story instagram nya itu, tapi mendengar perkataan Zuhda, ia menghentikan gerakannya. Foto Al Qur’an, buku bacaan, buku catatan kecil dan sebuah pulpen yang ia foto dengan gaya tumblr di tambah caption “Siap menemani Ramadhanku kali ini” dan beberapa kalimat arab yang ia yakini sebagai hadits anjuran beramal sholeh dalam bulan suci ini. Ia pikir sudah sangat bagus, story pertama di hari pertama Romadhan menurutnya sudah sangat sesuai dan berharap orang-orang akan terinspirasi dengan apa yang ia bagikan tersebut. Malah-malah rencananya ia juga akan memposting di line, whatsapp, dan facebooknya juga. Biar semua teman-temannya tau, ia juga menyambut bulan Ramadhan dengan suka cita beramal sholeh.
“Sok tau ih. Mas Zuhda aja yang suudzon”
“Terlepas dari suudzon atau enggak, kamu harusnya lebih hati-hati kalau mau upload di sosial media. Bisa-bisa amalmu habis untuk menebus dosa postinganmu itu. Mampus dah!” Terang Zuhda sambil mulai memposisikan diri untuk tidur sambil memejamkan mata.
***
Sosial media sudah menjadi bagian dari kehidupan kita saat ini. Dimanapun, kapanpun, apapaun situasinya, cekret cekret upload. Sekarang adalah zaman ketika makan bersama keluarga, yang disibukkan adalah mencari angel foto yang bagus untuk dapat dibagikan di akun media sosialnya dari pada sibuk bertukar kabar dan larut dalam hangatnya percakapan keluarga. Semua orang kini tunduk pada benda kecil yang pintar menipu daya itu. Bahkan urusan ibadah dan beragam pun ia taruhkan ke dalam dunia yang maya lewat ponsel pintarnya.
Ramadhan datang dengan penyambutan yang bermacam-macam. Berbagai kalangan, berbagai status manusia, berbagai cerita dibagikan menyambut bulan suci ini. Fastabiqul Khoirot menjadi salah satu slogan yang disebarkan. Berlomba-lombalah dalam kebaikan. Saling berlomba dengan memperbaiki amal, untuk Allah maupun untuk manusia. Karna kita semua percaya di bulan ini semua dilipatgandakan. Namun apa jadinya jika setiap amal baik kita dipublikasikan? Selesai baca Al Qur’an update story, selesai sedekah update story, selesai ikut kultum update story. Segalanya dijadikan story.
Alhamdulillah satu juz terlampaui hari ini. Bismillah menuju hatam.
Jangan lupa, setiap yang kita shodaqohkan akan dilipatgandakan
Jangan dilupakan walaupun dua rokaat
Yuk ngaji
Sedih adalah ketika hafalah tidak nambah-nambah
Ramadhan adalah waktunya memperbaiki diri
Ya Allah semoga sampai akhir istiqomah
Dan masih banyak lagi versi-versi status yang serupa. Intinya adalah begitu. Terlepas dari kesuudzonan, mereka sedang menyombongkan diri atau tidak. Menulis hal semacam itu rupanya sudah masuk ke dalam tahap di mana kita akan merasa lebih baik dari yang tidak melakukan. Merasa apa yang sudah ia kerjakan patut orang lain tiru, dengan banyak orang lain yang tau ia orang yang seperti apa di bulan puasa ini. Lah ini mau fastabiqul khoirot apa mau fastabiqul story/status?
Kebaikan tak butuh publikasi, amal sholeh tak butuh diketahui orang lain. Orang sholeh, orang baik, orang pintar terlihat pintar bukan karna ia sering menunjukkan itu kepada dunia. Tapi lewat perbuatannya, sudah menjelaskan dirinya siapa. Mereka tak butuh orang lain tau, mereka tak butuh orang lain memuji, karena yang terpenting ia suka dengan perbuatan baiknya tersebut. Tak masalah ternyata ada orang menganggapnya orang baik, sholeh, maupun pintar. Karena semua itu sejatinya bukan sebuah gelar. Cukup lakukan. Diam dan jaga keikhlasan.
Hampir saja saya hatam buku Tuhan Maha Asyik karya Sujiwo Tejo. Terlintas bab berjudul SOMBONG yang kemudian membuat saya tergelitik menulis ini. Semoga apa yang saya niatkan tidak juga termasuk yang sedang sombong ingin diberi komentar WAH karena berhasil memberi tanggapan. Atau membuat tulisan panjang. Hehehe
Ini juga terkait motivasi #1hari1post #RomadhonMalhikdua yang diadakan malhikdua.com, sebuah kampung halaman blog saya yang sudah sangat lama dianggurkan. Rindu menulis, cerita pesantren, dan persahabatan yang justru membawa tulisan ini lahir #eeaaaaakkkk J
Kembali lagi ke SOMBONG yang ditulis Mbah Tejo di buku Tuhan Maha Asyik nya itu. Dialog Dharma dan ayahnya dalam sebuah cerita sampai saat ini sangat terngiang-ngiang di kepala. Betapa tidak, begini ceritanya:
“Maumu apa?!” bentak ayah Dharma menghadapi anaknya yang jadi males pergi ke masjid untuk sholat jamaah.
“Maaf, Ayah. Aku belum yakin mau turut Ayah ke rumah ibadah karena belum yakin akan satu hal”
“Belum yakin apa?! Engga yakin sama agama kita” suara ayah makin meninggi
“Aku belum yakin apakah setelah pergi ke rumah ibadah nanti aku bisa menguasai rasa sombong”
“Hah?Sombong apa Dharma?!”
“Sombong karena aku merasa lebih baik dari yang tidak pergi ke rumah ibadah” jawab Dharma dengan polos
Kira-kira dialognya seperti itu. Ah betapa mengejutkan jawaban Dharma. Sampai hal sekecil itu ia perhatikan. Tapi bukan berarti kita tidak jadi sholat, tidak jadi mengaji, tidak jadi shodaqoh, tidak jadi puasa, atau yang lain hanya karena kita merasa kita takut menjadi sombong. Bisa jadi perasaan ragu ini akan menjadi sombong atau tidak adalah rayuan setan yang ingin menggoyahkan niat baik kita. Maka kita harus jeli. Termasuk jeli dalam menuliskan apapun di media sosial. Komentar, status, posting foto, dan lain sebagainya perlu dipertimbangkan sebelum klik kirim.
Tulisan ini bukan dari penulis yang sempurna hatinya dalam berniat. Menuju ikhlas adalah sebuah proses. Ikhlas adalah sebuah hal yang patut diperjuangkan. Mari perjuangkan ikhlas mulai hal-hal yang terkecil. Jeli dalam beribadah, jeli dalam berkata, beramal, berteman. Agar tidak ada kata aku lebih baik, aku lebih pintar, inilah aku, inilah hidupku. Karena tidak ada yang tau, siapa kita di mata-Nya. Tugas kita hanya berusaha J
#cmiw
Ramadhan Kareem, saatnya Fastabiqul Khoirot bukannya Fastabiqul Story
Sangat dalam dan tajam isinya.
Benar, era sekarang ada banyak cara utk menunjukkan diri. Rendah hati pun bisa dipakai utk riya’.
Hanya orang tsb dan gusti Allah yg tau.
Semoga kita terhindar dari sifat2 itu
saya yang menulis aja merasa tertusuk cak.
hitam putih orang sekrang udah abu-abu. susah membedakan~~
aaminnn semoga kita selalu dihindarkan dari sifat2 tersebut,