Simalakama untuk Fidelis

Apakah anda pernah mendengar nama Fidelis? Iya, belakangan ini nama tersebut ramai diperbincangkan karena kontroversi penahanannya atas tuduhan penggunaan dan penanaman ganja ilegal. Kasus ini menjadi pro kontra karena niat Fidelis menanam ganja di pekarangan rumahnya adalah untuk mengobati istrinya yang konon hanya dapat sembuh dengan meminum ekstrak ganja. Ia juga bukan pengguna aktif ganja, ia menggunakan ganja yang ia tanam tersebut murni untuk penyembuhan istrinya. Belakangan memang Indonesia sedang bersemangat sekali menciduk pengguna narkoba, terlebih Pak Jokowi yang berulang kali mengatakan bahwa Indonesia darurat narkoba. Hingga pada akhirnya, penanaman ganja milik Fidelis ini terendus polisi beserta BNN.

Rabu, 2 Agustus kemarin Fidelis dengan kemeja ungunya menghadiri putusan vonis oleh hakim. Ia masih nampak tenang dan sederhana sejak hari ditangkapnya. Rupanya ia masih yakin ia memang tidak bersalah walaupun Hakim Pengadilan Negeri Sanggau Kalimantan Barat, Achmad Rohman beserta anggota John Sea Desa dan Maulana Abdulah resmi memvonis Fidelis dengan hukuman 8 bulan penjara dan denda Rp 1 miliar atau mendekam lebih lama di penjara jika tidak mampu membayar denda.

Simalakama untuk Fidelis

Bagai buah simalakama bagi Fidelis. Ia tak punya pilihan lain ketika penyakit syringomyelle (kista sumsum tulang belakang) menggeogoti istrinya. Berbagai jalur medis sudah ia tempuh nyatanya memang penyakit langka tersebut memang susah dicari obat yang paling mujarabnya. Hingga pada akhirnya ia tekun menjelajahi internet dan menemukan berbagai jurnal tentang manfaat ekstra ganja bagi kesembuhan istrinya itu. Ia sadar akan bahaya menanam ganja di mata hukum, tapi ia juga akan berbuat apapun untuk kesembuhan istrinya. Selama pengobatan dengan ekstrak ganja, istri Fidelis, Yeni Riawati mengalami banyak perubahan, seperti sudah mampu menggerakkan tangannya. Ia juga menceritakan bagaimana perubahan positif yang ditunjukkan istrinya sejak minum ekstrak ganja ramuannya saat pembacaan nota pembelaan di pengadilan.

Kisah dramatis hidup Fidelis akhirnya berujung klimaks ketika istrinya akhirnya meninggal setelah pengkapan Fidelis beberapa waktu kemudian karena ia tidak lagi mendapatkan obat-obatan dari ganja lagi. Meninggalkan dua anak yang masih mengenyam pendidikan juga membuat Fidelis sangat hancur. Ia juga terancam diberhentikan dari pekerjaannya sebagai PNS karena cacat hukumnya. Berulangkali Fidelis mengajukan pembelaan, atas dasar kemanusiaan, ia berharap sekali saja ada secercah cahaya baru bagi kehidupannya.

Simalakama telah dimakan Fidelis. Ia memilih berjuang menyembuhkan istri tercintanya, meski akhirnya Hukum tidak memihak kepada rasa kemanusiaan dan ia yang menanggung akibatnya. Tenanglah Fidelis, masyarakat Indonesia mengakui perjuangan cintamu.

Adilkah hukum kita?

“Saya yakin dan percaya, dalam persidangan ini Majelis Hakim yang saya Muliakan menjadi perpanjangan tangan Tuhan di dunia ini. Jika saya boleh memohon, saya memohon kepada Yang Mulia untuk menyampaikan surat ini kepada isteri saya agar dia dapat mengerti bahwa saya sungguh sangat mencintainya sehingga dia dapat beristirahat dengan tenang untuk selama-lamanya,” ujarnya ketika membacakan nota pembelaannya. Sontak, seisi ruangan sidang menjadi sangat haru.

Secara hukum, fidelis memang bersalah karena sekalipun menanam ganja untuk keperluan pengobatan, harus mendapatkan izin dari pihak-pihak terkait seperti Kementrian Kesehatan. Namun, dalam surat kepada istrinya yang dibacakan sebagai nota pembelaan, Fidelis mengaku sudah berulang kali mengurus izin legal menanam ganja namun berulangkali juga di tolak. Birokrasi di Indonesia memang terkenal sangat rumit bukan? Apalagi untuk sesuatu yang sudah dikategorikan zat narkotika golongan I bersama daun koka, dan opium.

Berdasarkan penelitian US National Library of Medicine, ganja memang memiliki efek positif, utamanya untuk meredakan rasa sakit pada otot, bahkan mampu perlahan menyembuhkan penyakit tulang punggung yang kronis.

Ari dijerat dengan pasal 111 UU No 35 Tahun 2009 tentang Narkotika. Di situ diatur soal kepemilikan batang ganja dan ancaman hukuman penjara.

(1) Setiap orang yang tanpa hak atau melawan hukum menanam, memelihara, memiliki, menyimpan, menguasai, atau menyediakan Narkotika Golongan I dalam bentuk tanaman, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 12 (dua belas) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp800.000.000,00 (delapan ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp8.000.000.000,00 (delapan miliar rupiah).

(2) Dalam hal perbuatan menanam, memelihara, memiliki, menyimpan, menguasai, atau menyediakan Narkotika Golongan I dalam bentuk tanaman sebagaimana dimaksud pada ayat (1) beratnya melebihi 1 (satu) kilogram atau melebihi 5 (lima) batang pohon, pelaku dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan pidana denda maksimum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditambah 1/3 (sepertiga).

Bagaimana menurut anda? Hukum yang tegas atau hukum yang adil terhadap kemanusiaan?

Ganja untuk Pengobatan

Sejak lama, terjadi perdebatan apakah ganja sebaiknya dilegalkan atau tidak. Di beberapa negara bagian di Amerika Serikat, ganja sudah legal. Termasuk juga di beberapa negara di Eropa. Di Indonesia, suara legalitas ganja sudah beberapa kali digaungkan, salah satunya oleh komika terkenal Pandji Pragiwaksono. Namun hal ini tidak pernah bisa terealisasi. Pemerintah masih memasukkan ganja dalam daftar narkotika golongan I bersama daun koka, dan opium.

Di negara bagian California, Sister of the Valley adalah gerakan spiritual New Age, enviromentalis, sekaligus feminis yang di gagas oleh Christine Meeusen. Gerakan tersebut dengan lantang mendedikasikan hdupnya untuk membuat ramuan dari ganja untuk berbagai pengobatan penyakit langka. Ganja yang diproduksi ditujukan untuk pengobatan segala macam penyakit, mulai dari kanker hingga Alzheimer, tentu tidak dipasarkan untuk hanya dimanfaatkan zat psikotropikanya saja.

Seperti dilansir dalam situs tirto.id, Christine dibantu Sister Darcy, kawan seperjuangannya, ia menanam, memanem, hingga mengolah ganjanya hingga menjadi minyak atau salep botol untuk dijual secara e-commerce melalui kanal Etsy. Lambat laun pelanggannya semakin banyak dan mendapatkan respon yang sangat positif bahwa mereka mengalami kesembuhan setelah mengkonsumsi ramuan dari Christine dan para pekerjanya.

Kate dan para pekerja lain dipandang sedang mempraktikkan spiritualisme jenis New Age. Mereka memanen ganja sesuai siklus bulanan dan mereka merapal doa khusus saat meracik obat-obatannya. Mereka juga digolongkan sebagai enviromentalis. Puncak kehormatannya ia letakkan pada ganja sebagai berkah ilahiah yang telah diberikan oleh Ibu Bumi. Tak lupa, semangat pemberdayaan perempuan juga membuat mereka punya nyala semangat feminisme.

Pujian juga datang dari para pendeta untuk obat Sister Kate. Yang menghambatnya justru otoritas California. Selama 19 tahun sebelumnya, California telah melegalkan ganja untuk kepentingan medis. Namun Bulan Oktober 2015 Gubernur California Jerry Brown menandatangani rancangan Medical Marijuana Regulation and Safety Act dan sejak saat itu resmi berlaku sebagai hukum baru. Keluarnya peraturan tersebut otomatis memunculkan larangan penanaman, pendistribusian, dan penjualan obat dari ekstrak ganja, termasuk di Merced, kota tempat bisnis Christine berjalan.

Apapun itu, selagi Indonesia sedang gencar-gencarnya dalam memberantas narkotika, hukum memang harus berlaku tegas bagi siapapun. Namun sisi kemanusiaan juga tidak mungkin ditinggalkan begitu saja. Sama halnya dengan hukuman mati bagi para pecandu narkoba, mereka adalah korban bukan hanya pelaku kejahatan. Mereka . layaknya pasien yang memiliki hak untuk sembuh dan hidup kembali normal. Adil atau tidak hukum ini terhadap kasus Fidelis. Semoga, tidak ada lagi kasus perjuangan cinta dan kemanusiaan yang sia-sia.