Siklus Kebaikan

Yogyakarta, masih dengan keromantisannya.

Malam, syahdu dengan kehusyukan ngantukku di pengajian madin Fathul Qorib Ust.Muzaini. Hahaha. Beberapa kali orang di sampingku itu sibuk menggoda dengan memainkan pipi gembulku dengan pulpennya. Dalam hati aku merutuk, “Ah, orang ini!” tanpa mengingat apa yang akan aku lakukan pada orang itu.

Ustadz Muzaini, yang penampilannya kerap kali konyol dan selalu mampu membuatku terhibur dibanding faham dengan yang diajarkan beliau itu masih asyik dengan ceramahnya malam ini, tanpa memperdulikan aku dan kekantukanku. Meski tak sendirian yang ngantuk dan berusaha melek. Ohh… Ternyata masih ada mata manusia – manusia yang setia kepada beliau. Heuheuheu.

Meski begitu, jauh di dalam lubuk hati aku menyimpan kata maaf. Barangkali, suatu saat dapat kulontarkan maaf itu karena sering tidur di kelas beliau. Suatu saat. Ya suatu saat nanti entah kapan itu pasti akan kunyatakan perasaan itu. Ya, perasaan kepadanya yang sering menyiksa ini. Perasaan maaf kepadamu, Mas. Eh, Ustadz dink.

Maklum, aku mengantuk, jadi suka ngaco bicara. Huhuy

“Shollu ‘Ala Nabii Muhammad” terdengar, tanpa kudengar perkataan klasik dari beliau, cukup sekian dari saya semoga bermanfaat. Tidak, lebih tepatnya aku tidak sempat mendengar kata – kata manis itu. Ahh.. Tapi cukup Shollu ‘Ala Nabii Muhammad sudah buatku bahagia setengah mati. Kau tau kan tandanya? Correct! Pengajian telah usai.

Aku berdiri secepatnya, sekaligus berusaha mengumpulkan nyawa yang setengahnya hilang dibawa kantuk. Sampai sudah di komplek, baru saja tubuh mengambil posisi untuk langsung tidur, panggilan cempreng tiba – tiba merusak rencana. “ANYIIIKKK, SINIII” terdengar dari kamar depan, stimulus itu sudah langsung bisa kutebak datang dari siapa. Sial. Menggagalkan rencanaku!

BLAMM!! Suara fikiran yang tersadar *sebenarnya agak aneh suaranya, tapi aku sedang suka kata BLAM* Heuheuheu

Aku baru ingat, ada kejutan yang sudah kupersiapkan untuk seseorang, rencana gila bersama orang pemilik suara cempreng tadi. (Maaf ya yang punya suara, ini biar ceritanya agak dalem gitu, wkwkwk)

“Ohyaa mbakk.. Mana kue nya? Udah lengkapkan? Gimana mau dikasih kapan? di mana ngasihnya?” Aku langsung membrondong pertanyaan ke arah Mahasiswi Psikologi tahun kedua itu. “Koe ki, mbok duduk sek too.. Tak jelaske piye, po meh piyee karepmu?”

Bla bla blaa

Bla bla bla (99)

Perundingan yang lumayan panjang akhirnya selesai. Korek sudah ada di tangan. Ohya lupa kasih tau, Kami akan memberi kejutan ulang tahun yang (sengaja) telat seminggu setelah Hari Ulang tahun seseorang yang jadi sasaran ini. Ah, cukup ribet dijelaskan siapa dia, siapa partner proyek ini. wkwkwk…

Yang jelas, 5 menit kemudian aku sudah berhasil membawa sasaran ke tempat eksekusi . Dan, tiba – tiba rencana gagal, seharusnya partnerku itu sudah berhasil meyalakan lilin kuenya sebelum aku datang membawa sasaran.

DAMN!

Kecurigaan mencuat. Dia (sasaran) mulai mencari jawaban di antara mataku dan mbak partnerku. Haha. Damn (again) aku memang tidak pandai menyembunyikan sesuatu, pun lewat mataku. hihi. Setelah lilin berhasil dinyalakan semua di tengah – tengah kecurigaan sang sasaran dengan pertanyaan di kepalanya? untuk siapa ? Kenapa ngajak aku? Mungkin begitu kali yaaaa…

Maybe

“Ini buat kamu…. Ya buat kamu”

“Selamat ulang tahun Mbaaaakkk”

“Hahahhaa”

“Hehehehe”

Saut – saut aku dan partnerku bergantian.

KRIK KROK KRIK KROK

WHTF!!!

Kejutan paling gagal.

Sebelum akhir cerita, pada intinya kami bertiga menikmati kejutan bersama, dengan rasa terimakasih dan keikhlasan untuk meluangkan waktu memberi kejutan. Tentunya meluangkan uang saku untuk iuran Kue wkwkwk. NICE.

That’s right, malam itu kami bahagia dengan cekrak cekrek kamera digital kunoku, dengan pakaian dan bau belum mandi ala santri. Hahaha. Alhamdulillah tawa – tawa renyah membawa beban tugas terasa lebih ringan. Alhamdulillah, kami saling suap untuk rasa kebahagiaan, untuk sebuah keikhlasan yang akan dibayar dengan kenangan.

Cerita belum usai, namun hampir usai.

Selesai sudah acara kejutan kecil itu.

1 jam berlalu.

Datanglah rezeki, ada kiriman se-box bolu keju. Untukku? Katanya iya. Dari? Ntahlah.

Yang jelas, di akhir cerita, aku katakan, Terima kasih, membuat senyumku lebih lebar malam itu. Aku suka keju.

 

Yogyakarta, Masih dengan keromantisan kotanya

15 Maret 2016