Is 2019 Really Suck for Me?

Welcome to my blog in 2020. Unfortunately I was missing any moments to share in this blog. So sorry (just said to myself indeed). Totally I just have 6 post in a year. Oh fuckin’ lazy to just write and share. Consistent is so hard, baby L Poor me, still couldn’t managed my time eventho I said, writing is my hobby. LOL :p Can I promised again to the next year?

YA! Once more, WELCOME to 2020 even it was eleven days since the euforia of new year, kkkkk~ Here, some recap from my 2019. Maybe it so late, but 2019 is something really amazing for me. Full of jokes, sadness, happiness, much tears I dropped, much laughter I painted, flurry, and much kind of puzzle I tried to bunch it.

30th of December, 2 days before turnover to 2020. I wrote some random caption in my twitter. “Can I say that 2019 is really suck? As the worst year I have.” A friends replied to me, She suggested me to try to look from the other side. Thanks, dear. I heard you but I said like that not because I am not grateful for my 2019.

Kesuen MBACOT! Here we go to the summary of my 2019 or can I said it was a REWIND? Kkkkk~

I write this as my letter to my 2019, think that how much I wanna say to that year. So much! Here, listen to me my year~

Dear My 2019,

Terimakasih telah banyak memberiku warna kehidupan. Tahun yang benar-benar lelah dengan semua kebahagiaan sekaligus kesedihan yang kau berikan. Terimakasih banyak menghadirkan orang-orang yang kurindukan juga menemukanku dengan orang-orang baru yang menyenangkan. Siapa bilang aku tidak berterimakasih? Siapa bilang aku tidak bersyukur? Semuanya aku lakukan, tapi kesedihan tetaplah kesedihan, maaf kamu tetap menjadi tahun yang paling membuatku frustasi tiada henti.

Januari 2019, rasanya itu adalah bulan pertama yang melelahkan. Aku memasuki fase penelitian untuk SKRIPSI yang sangat membuatku gila. Dibalik kegilaan penelitian di laboratorium, aku dianugrahi dosen pendamping yang sangat mendukung setiap proses yang kulakukan. Akhirnya, step awalku berhasil kuinjakkan juga di awal tahun meski dengan 3 bulan digodok hanya untuk mematangkan BAB Pendahuluan hingga Metode. Terhitung sebentar jika dibandingkan teman-teman penelitian lain. Aku bersyukur, meski ternyata langkah yang kuambil sangat berat, Aku menemukan dosen yang tak terbatas dalam membimbing. Walaupun kata-kata beliau seringkali terdengar nyelekit, seperti “Mbak, ini sampelmu kok jadi kaya intip kering.” (Intip: kerak nasi). Thanks anw Pak, you are really something! J

1 bulan, 2 bulan, 3 bulan, 4 bulan berjalan serasa sangat lamban. Materi, tenaga, hingga kesehatan kukorbankan. Jerawat kubiarkan subur berkembang biak di wajah. Tidak! Aku tidak membiarkan, mereka datang tanpa ampun, seakan ingin menemani ke-stresan-ku menghadapi pengujian bahan yang selalu gagal. Lembur setiap hari mendera, sampai tidak tidur jika besoknya bimbingan dan ngebut bikin laporannya. Rasanya hari-hariku tidak pernah absen dari membaca jurnal referensi, internasional mapun nasional. Tak jarang aku mual-mual kecapean, hampir pingsan, meski syukurnya bisa pulih hanya dengan ditebus tidur berjam-jam ~

Hai 2019, yang telah banyak memaksaku optimis bisa lulus tahun ini. Meski berat sampai nangis-nangis sambil mengendarai motor. Masker jadi basah kuyup karena ingus dan air mata, untungnya tidak sampai kenapa-kenapa atau jatuh kecelakaan. 2019 is really suck, kamu bikin semua air mata jatuh, meski pada akhirnya kau sembuhkan dengan menghadirkan orang-orang berharga di sampingku. Terimakasih, April saat itu seseorang yang kurindukan memberiku kabar ada di kota Jogja untuk sebuah urusan akademik. Ia memintaku bertamu, barang sejenak meski dengan alasan “sekalian temenin nemuin anak Geofisika UGM ya” yang pada akhirnya berakhir kita makan sore bareng dan beli roti bakar. Terimakasih, sudah melampirkan sedikit cerita meski tak banyak namun mampu menyembuhkan lelah, barang sejenak.

Mei 2019, penelitianku belum juga menemukan titik terang. Aku mulai panik, aku mulai tegang, dan tak nyenyak tidur. Aku membayangkan orangtuaku harus merogok kantong lebih dalam untuk bayar UKT semester depan, yang tidak sedikit. Aku membayangkan masa depanku akan semakin lama terjangkau jika luluspun aku menunda, apalagi setelah lulus pun aku harus memenuhi 3 tahun pengabdian yang tidak sebentar. Aku sering menangis, meski tidak banyak orang yang tau.

Juni, 2019. Penelitianku sedikit demi-sedikit membaik. Para laboran yang semakin melunak, dosen yang semakin perhatian. “Kamu pasti bisa Mbak, bisa ini buat Agustus wisuda” Meski tenggat waktu tinggal 1 bulan lagi. Ditambah dengan libur puasa yang panjang, aku resah. Semakin lama aku bisa menyelesaikan SKRIPSI ku ini. Tapi, 2019, Tuhan berikan keajaiban, seakan-akan aku diberikan waktu 25-26 jam sehari. Aku bisa menyelesaikan pengujian sampel hingga menulis draft hingga BAB 5 di akhir Juni 2019. Bisa bayangkan betapa aku meronta-ronta terhadap diri sendiri untuk bisa menyelesaikan ini? Maaf, banyak merepotkan tubuh sendiri. Jika ditampung, pasti air mata yang jatuh sembari aku mengerjakan sudah satu baskom besar saja. Berlembar-lembar tisu kubuang karena basah kugunakan menyeka air mata. Rasanya setengah tahun seperti setengah abad. Penderitaan lama sekali. Mimpi pun tak pernah enak, banyak data-data penelitian, excel, perhitungan rumit memasuki minta diselesaikan secepatnya.

YES, I AM GOING TO SAY THAT 2019 IS REALLY SUCK!

But,, thanks for coming a miracle. Tuhan tidak pernah berhenti menggodaku untuk terus berjalan meski banyak yang harus kukorbankan.

I CRIED AGAIN~

But, rainbow is always coming after rain. 5 Juli 2019, dosen pembimbingku menyetujui skripsiku untuk disidangkan. Aku bahagia, meski tidak sempurna karena masih ada pembantaian lanjutan setelahnya. 12 Juli 2019 skripsiku dinyatakan lulus, Jumat berkah. Selasa, 16 Julinya, aku harus dinyatakan lulus oleh departemen/jurusan. Dosenku menyebutnya Injury Time. Sungguh pengertian yang luar biasa ia berikan, aku diampuni untuk menyusulkan hasil revisian setelah Yudisium departemen. Aku mulai lega bernafas, akhirnya 2019 membawaku ke warna yang lebih cerah. Teman-temanku memberi selamat, kita sering berkumpul, saling melepas penat, saling berpelukan, saling tertawa atas kekonyolan hidup masing-masing.

OH SHIT I MISS THAT MOMENT SO MUCH RIGHT NOW~

Kelelahan yang belum berhenti juga. Aku masih melaksanakan tugas membantu penelitian dosen. Hai, Agustus 2019 menuju wisuda di tanggal 22 Agustus, sehari-hariku hanya di lab. Tak kunjung selesai penelitiannya. Tanpa kusadari aku menikmati aktivitas menjadi peneliti, hidup dengan tumpukan jurnal dan data rasanya lebih mudah dibanding keluar ke dunia nyata yang penuh intrik dan kompetisi palsu. Aku jadi takut. Apakah ini zona nyamanku?

“Kalau bisa si sampai akhir tahun ya Mbak” Pinta dosenku mengenai menjadi asisten beliau di segala hal J Rasanya mau meledak, baru kalat itu aku merasakan bimbang memilih masa depan, aku seperti dilamar dosen sendiri untuk sebuah pekerjaan yang aku mulai nyaman dengannya. Di sisi lain aku punya kontrak dengan sekolahku dulu, untuk kembali lagi ke sana setelah lulus.

“Anik ke pondok lagi kapan? Mulai ngabdi kapan?” Aku mulai dilema, mana yang harus aku dahulukan.

Tidak, maaf. Yang harus kupilih maksudnya.

Singkatnya, dan sudah pasti aku menolak dosenku. Seperti apa rasanya? Menyesal? Tidak, hanya sedikit disayangkan. Sekarang aku malah mendekam pada situasi dan kondisi yang serba salah. Apa itu? Terimakasih 2019 sudah membuka gerbang kebimbangan ini.

Dear 2019, terimakasih sudah memberikan warna. Sekali lagi. Meski warna itu gelap, yang terkadang hanya berubah menjadi abu-abu atau justru putih. Aku tidak lagi mau menahan tangis yang jika memang harus kukeluarkan untuk sebuah harga kesedihan. Aku cengeng, ya tidak papa meski kelihatannya aku orang yang kuat-kuat saja memikul beban berat.

Oktober, November, hingga Desember yang baru saja aku akhiri. Semua terasa berat. Sehari bagai 1 bulan, 1 bulan bagai  tahun, dan 3 bulan sudah yang kulalui bagai 3 tahun. Rasanya sangat lamban roda waktu berputar. Tapi aku tahu, ini hanya perasaanku saja. Aku sering galau, kadang menyesal menjadi PENGABDI. Seringkali aku juga marah kepada takdir, dan keadaan yang memaksaku tidak bisa berbuat apa-apa selain menerima dibumbui dengan mengeluh dan menangis. Aku tidak keberatan, aku hanya mengasihani diriku sendiri saja~

Gerbang kebimbangan setelah lamaran dosenku saat itu aku tolak, meski seringkali aku sesali dan kadang ingin kembali saja ke tempat yang penuh dengan bahan kimia dan juga peralatan lab itu. Mungkin sulit, mungkin juga akan banyak yang dirindukan maupun disesali. Tapi, sejauh apapun aku menyesali semua yang terjadi, toh dunia di sekitarku berubah sendirinya. Aku juga harus berubah, aku terus berputar pada pijakan bumi dan langit yang berganti dari malam menjadi pagi. Manamungkin aku juga hanya berdiam diri menunggu takdir bagus menghampiriku.

2019 is really suck because I can’t feel some love~

Rasanya waktuku habis untuk sesuatu yang melelahkan yang terkadang aku anggap sia-sia karena keberadaanku saat ini. Jika 2019 bisa kuulang, ingin kunikmati dengan mencoba membuka diri bagi hati yang baru. Mengisinya dengan penuh cinta, mewarnai 2019 ku yang mungkin jadi tidak akan se­-gloomy ini. Silakan dibilang lebay, toh nyatanya memang lebay.

Fin,

ANYIK~

BIG UWU THANKS I GIVE TO 2019 AND ABSOLUTELY TO MY GOD. WELCOME TO 2020. Hopefully i got a better feel to through this fucking year. I believe it must be more crazy~