Ingat! Kita Punya Norma Berbeda di Setiap Tempat
Masyarakat indonesia lazim hidup dengan norma, sebuah aturan tak terikat dari masyarakat yang terbentuk alamiah mengikuti kebudayaan setempat, geografis, juga sejarah yang memengaruhinya. Sadar atau tidak, kita sering melupakan bahwa setiap tempat yang kita kunjungi atau tempati mungkin saja memiliki norma yang berbeda dengan yang lain. Kita memang tidak lepas dari norma yang ada. Mau tidak mau jika kita bertempat tinggal di sebuah daerah maka kita akan mengikuti norma yang berlaku di daerah tersebut. Bukan tidak mungkin juga aturan-aturan tak tertulis itu berbeda dengan aturan yang berada di tempat tinggal kita sebelumnya. Maka diperlukan kejelian dalam bertindak. Berfikir sebelum bertindak menjadi kunci agar tetap dianggap sebagai manusia normatif yang baik.
Saya ambil contoh norma yang ada di lingkungan pesantren. Sebagai lembaga pendidikan formal maupun non formal keagamaan yang menjunjung nilai-nilai agama, keluhuran, dan kenusantaraan, pesantren menjadi suatu tempat yang sangat penuh aturan norma. Bisa dibilang akan lebih strick dibanding lembaga pendidikan formal lain. Budaya pesantren yang sarat dengan kesederhanaan, ketakdziman, kesalehan, dan persaudaraan memunculkan norma-norma (yang seringkali) sangat ketat.
Cara Berpakaian
Misalnya, memakai celana di lingkungan pesantren menjadi suatu kesalahan atau bahkan pelanggaran yang cukup berat meskipun jika di luar pesantren, bercelana jeans dipadu dengan kemeja panjang serta kerudung yang tidak menutupi dada menjadi hal biasa asalkan tetap sopan, rapi, dan wajar-wajar saja. Tentu berbeda. Berpakaian yang akan diterima di kalangan pesantren yaitu besarung dipadu dengan baju koko atau kemeja panjang berkerah, ditambah songkok di kepala akan menambah kesempurnaan penampilannya (untuk laki-laki). Jika perempuan, sopan apabila bersarung atau rok dengan blues longgar panjang menutupi pantat serta kerudung besar menutupi dada. Hal itu selaras juga dengan citra santri sebagai lambang kesederhanaan hidup dan kezuhudannya.
Pacaran
Itu hanya dari segi penampilan. Lain contoh ketika kita menjalin hubungan (making a relationship) dengan seorang lawan jenis (you know it called pacaran) di sebuah pesantren akan menjadi suatu hal paling berpotensi untuk mendapatkan takziran (punishment). Meskipun sebenarnya hak pacaran atau tidak ada di masing-masing individu. Namun di tangan para rezim pesantren, pacaran menjadi hal haram yang sekali ketahuan, efeknya bertahun-tahun (i’ll tell you bout the consequences in my last dormitory when you caught in a relationship, xD so damn! but i believe that is pacaran just disadvantage for us). Saya gak menyarankan untuk tidak ketahuan sih, lebih baik menghindari hal-hal semacam itu saja agar tidak berurusan dengan para ranger yang kejam xD. Yaa walaupun pada dasarnya mencintai seseorang, menjalin hubungan, adalah hak setiap orang. Tapi lagi-lagi di pesantren menjadi larangan. I told you karena itu memang bukan norma yang diperbolehkan di lingkungan pesantren. So, be aware ketika kamu berada di pesantren, jaga sikap akan sangat menentukan.
Pulang Malam
Untuk beberapa pesantren mahasiswa, para santri diperbolehkan pulang malam dengan batas maksimal tertentu. Nah, padahal kegiatan mahasiswa tentunya berbeda dengan saat di SMA. Kegiatan organisasi, kepanitiaan, praktikum, atau sekedar mengerjakan tugas di kampus adalah hal yang biasa jika dilakukan sampai malam hari asalkan tidak terlalu larut. Sedangkan jika kita di pesantren, sering pulang malam meski benar-benar karena alasan yang jelas tidak akan berpengaruh terhadap pandangan orang-orang lungkungan kita. Eventhough its so cruel when you get a bad judgment without any clarify, norma pesantren mengharuskan kita sadar tidak boleh bertindak semena-mena. Kalau bukan di pesantren, pulang malam setiap hari pun tidak masalah kan karena merupakan hak individu masing-masing. Asalkan tidak melewati batas jam malam yang telah ditentukan masyakarakat sekitar. Agak rempong memang hidup di pesantren untuk ukuran mahasiswa yang aktif di kampus, banyak tugas yang memerlukan sinyal wifi kuat, praktikum yang sampai malam. Jika memang kamu mau bertahan dengan segala aktivitas kampus, yaa harus bertahan dengan cercaan serta takziran dari pengurus tentang kamu yang dianggap menyimpang.
Kayaknya tiga saja dulu cukup. Lain kali ditambah lagi jika memang sempat wkwkwk (padahal emang baru tiga hal di atas yang kefikiran xD)
So guys,
Apapun norma yang dianggap tidak rasional yang ada di pesantren, hendaknya kita sikapi dengan lapang dada. Norma dan aturan baku yang terbentuk tersebut sebenarnya pun hanya ingin melatih kita bahwa urusan dunia (penampilan, pacaran, yang sudah di jelaskan di atas) tidak ada apa-apanya dibanding perkara menuntut ilmu yang sedang kita lakoni sebagai kewajiban saat mesantren. Sebuah norma, aturan-aturan ketat, penuh penekanan, insyaallah diganti dengan keberkahan yang jauh lebih berharga dengan apa yang kita inginkan sekarang. Orang pesantren pasti sudah kenal dengan situasi ini.
To be honest, saya hanya berhusnudzon bahwa kehidupan yang cukup keras di pesantren merupakan latihan kita untuk menjadi manusia yang serba ikhlas dalam berjuang. Semoga memang begitu adanya. Barakallah.
Leave a Reply