Mempermainkan Syetan, Bagaimana Caranya?

Ini bukan tentang bagaimana mempergunakan syetan untuk bermain-main dengan kita, bekerja sama atau bahkan berteman dengan mereka. Atau berbau mistis. Sama sekali bukan.

Waktu pengajian madin (Madrasah Diniyah) dengan kitab Tibyan, bab “Ikhlas” diceritakan bahwa ketika kita akan melakukan sebuah amal baik: sholat, mengaji, bershodaqoh, puasa, dll, syetan tidak hanya menggoda dengan menawarkan hal yang lebih mengasyikkan, tapi terkadang

membiarkan kita sampai niat tersebut akan dieksekusi, kemudian syetan masuk dengan hasutan “Kamu yakin benar-benar ikhlas dalam mengaji? Jangan-jangan kamu cuma ingin meihat wajah Ustadzmu yang gagah itu? Atau hanya ingin dianggap rajin? Wah sia-sia nanti mengajimu, habis pahalanya untuk menebus dosa” (contoh kasus saat akan mengaji)

Sampai kemudian kita mulai ragu-ragu dan mulai menyetujui perkataan syetan dalam hati, dan berfikir lebih baik tidak usah mengaji jika belum sanggup menata hati yang bersih dan ikhlas untuk benar-benar berangkat dengan niat mencari ilmu. Pernah merasakan hal tersebut? Jika memang akhirnya yang dilakukan adalah batal mengaji, maka syetan bersorak-sorak merayakan kemenangan berhasil menggoda manusia dan menggagalkan niat baik belajarnya. Maukah kita kalah dengan syetan?

Lalu, apa yang dimaksud memermainkan syetan?

Jadi begini, ikhlas adalah perkara yang amat sulit. Untuk mendapatkan niatan sampai tingkatan lillahi ta’ala sangatlah sulit untuk dilakukan, sekalipun tanpa embel-embel riya’ kita tetap masih berharap imbalan pahala yang diberikan Tuhan, berkah, atau semacamnya. Mengharap surga juga termasuk masih belum benar-benar lillah bukan? Bahkan seringkali kita memilih milih amal mana yang fadhilah nya lebih besar. Ya, kata Guru saya, memang tingkatan manusia biasa spserti kita, beda dengan para wali yang tingkat mahabbah nya dengan Allah sudah sangat tinggi. Sebagai manusia level “Syari’at” kita perlu dirangsang oleh iming-iming pahala terlebih dahulu agar ibadah kita lebih banyak.

Ketika kita merasa syetan menghasut hal demikian, alih-alih menyelamatkan kita dari bahaya riya’ atau tidak ikhlas, maka alternatif mempermainkan syetan yang dikatakan pada judul adalah dengan mengiyakan perkatan Syetan tersebut, namun tetap melakukan niatan baik sebelumnya, yang seperti contoh di atas adalah hal mengaji. Kata guru saya waktu kelas Madin tersebut adalah permainkanlah syetan dengan tetap berangkat mengaji, meskipun dengan niatan yang mungkin hanya ingin melihat Ustadz yang gagah tersebut, atau ingin dianggap rajin semata. Barulah setelah itu, dalam perjalanan menuju ngaji rubahlah niat itu sekeras-kerasnya, ubahlah menjadi niat ikhlas menuntut ilmu sambil menyebut: Bismillah

Kata beliau, sekalipun niat kita masih dibumbu-bumbui riya’ maka itupun tidak masalah karena kita masih berada di tingkatan manusia biasa. Memang sangat sulit. Asalkan kita juga punya niatan untuk tidak bermaksud riya’ terlebih dahulu, berusaha sekeras-kerasnya. Jika memang belum bisa, kita masih terhitung ke dalam tingkatan orang yang sedang belajar.

Sebenarnya ketika kita memutuskan berangkat mengaji tersebut Syetan sudah merasa menang karena niat mengajimu sudah tercampuri niat tidak ikhlas lainnya. Namun ketika niatmu dirubah lagi, maka hancurlah syetan. Kata Guru saya waktu itu mengatakan, “Rasakno, tek kei harapan palsu!”

Selamat mencoba, ini cukup susah 🙂