Maha Mau Bukan Berarti Maha Tahu
Terkadang aku masih suka iri dengan teman – teman yang sekarang melanjutkan pendidikan tinggi sesuai dengan cita – citanya. Mereka tak perlu beradaptasi dengan mata kuliah baru, wacana baru, pandangan ilmu baru, setidaknya mereka hanya perlu beradaptasi dengan lingkungan dan gaya belajar di perkuliahan pada umumnya. Ada hal yang membuat iri itu kemudian jauh lebih menyayat, ketika aku sendiri merasa jauh dari rasa nyaman dengan apa yang aku geluti sekarang. Belum. Mungkin sih memang belum, tapi mungkin juga akan cukup lama. Banyak perandaian, seakan – akan mengisyaratkan ada penyesalan di sela sela nadanya. Yaaa begitulah.
Ini sudah setengah semester orde kuliahku di Universitas yang (katanya) terbaik di Indonesia. Universitas Gadjah Mada. Aku adalah salah satu orang yang beruntung dari sekian puluh ribu pesaingku di seluruh nusantara yang mendaftar ke UGM melalui jalur yang berbeda – beda. Selebihnya, aku adalah salah satu dari 18 santri yang barokah akhirnya dapat melabuhkan pendidikan tingginya di UGM. Tak perlu bercerita banyak. Aku bukanlah orang yang sangat berminat di bidangku sekarang. Bahkan, awalnya tidak pernah ada niatan dan gambaran akan masuk dan menggeluti sebuah bidang study keteknologian dalam pertanian. ini jauh dari ekspektasi selama 3 tahun aku sekolah di Malhikdua dulu dan membentuk cita – cita di sana.
Orang – orang menyebut program study yang kuambil sebagai ilmu keindustrian dalam pertanian. Yup! Teknologi Industri Pertanian. Prodi seperti apa sih itu? Sungguh, sampai saat UTS ini dimulai seperti sekarang, aku masih belum menemukan esensi paling inti dari program yang sudah kupelajari setengah semester ini. Sebenarnya, aku ingin sekali pindah. Aku ingin sekali mnegakhiri takdirku di sini. Bisa dibilang, aku tidak bisa sepenuhnya menangkap apa yang dipelajari dan apa yang akan aku kerjakan selama 4 tahun mendatang di sini. Aku khawatir aku tidak bisa, aku khawatir aku menjadi kaum paling tertinggal di antara mereka teman – temanku di program ini. Ada banyak nada khawatir, dan aku tidak bisa memungkiri sampai sekarang pun, masih berandai. Oh, iya, jika saja dulu aku tetap mempertahankan Akademi Kimia Analisis dan masih banyak lagi andai – andai yang terlalu berlebebihan.
Tapi kemudian, aku teringat pada potongan ayat 216 pada Q.S Al Baqoroh, yang kurang lebih artinya adalah Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu, dan boleh jadi (pula) kamu menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk bagimu; Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui.
Wallahua’lam. Alhamdulillah ada yang mengingatkan. Manusia seperi kita ini memang sering kali lalai dari rasa syukur. Padahal, barang siapa yang bersyukur pasti Allah menambah nikmat kepada kita. Janji Allah sudah pasti dalam Al Quran. Namun, ada saja kelakuan manusia yang seolah – olah amnesia dengan nikmat dan karunia Allah hingga pada detik ini, kesempatan ini, nafas ini. Sehingga waktu kita seringkali habis dengan rasa mengeluh, dan jauh dari rasa tenang dalam menjalani hidup. Astaghfirullah.
Padahal, aku sendiri telah banyak mendapat kenikamatan yang jauh lebih banyak dari teman – teman satu jurusan atau bahkan satu fakultas, dan bahkan satu universitas. Aku diberi kesempatan Allah untuk tidak lagi membebani orang tua dengan biaya kuliah yang sangat mahal, biaya hidup yang kian banyak dan lain sebagainya. Kurang bersyukur apa aku ini?
Memang ya, manusia adalah yang Maha Mau, tapi kita belum tentu Maha Tahu atas apa yang terbaik untuk kita. Kita tidak bisa menentukan. Kita hanya bisa mengharapkan, sedang harapan manusia tak lepas dari hawa nafsu. Bersabarlah, dengan sabar yang indah. Berbaik sangkalah pada Allah, bahwa semua yang ditimpakanNya kepada kita saat ini, adalah bukti dari rasa saying Allah kepada hamba Nya yang berarti menganggap kita mampu untuk melewati semua cobaan yang ada.
Allah knows WHAT is the best for you and WHEN it’s best for you to have it. Believe in Allah J
Barakallah,
Salam,
Catatan dari Yogyakarta, 12 Oktober 2015
sabar Anik.
Banyak orang merasa kuliah di awal2 semester salah jurusan. spt terperangkap gitu. tapi endingnya dia berhasil menyelesaikan kuliah itu dan bekerja pada bidang yang sama dgn kuliah.
Sementara, banyak orang merasa cocok dgn pilihannya, hingga akhirnya terlena, merasa masa depan sudah ditangan. endingnya dia bingung saat lulus.
Coba anik cari hal apa yg sekiranya bikin betah di jurusan tsb.
Mungkin betul, apa yg kita diinginkan belum tentu baik bagi kita. Terkadang saya merasakan hal yg sama. #curhat
iya, namanya juga manusia. Kita mah apa atuh, dari pada takdir Allah. Hehehe 😀